Dalam structure of languange atau dalam
istilah arab disebut qawaid sharfi wan-nahwi atau kita terjemahkan kedalam
bahasa Indonesia dengan istilah struktur bahasa, Allah berakar pada kata ”Ilah”
yang berarti Tuhan, sesembahan atau sesuatu yang diagungkan. Karena ”Ilah” belum jelas, sehingga wajar kalau ilah
banyak macamnya. Sebagai deskripsi awal tentang tuhan atau sesuatu yang
diagungkan, orang Hindu punya Tuhan atau punya ilah, orang Kristen punya ilah
dengan konsep Trinitasnya, Orang Budha juga punya tuhan dan orang islam juga
punya Tuhan. Secara fitrawiyah semua manusia memiliki Tuhan.
Akan tetapi walaupun semua manusia memiliki Tuhan, tidak setiap manusia mengetahui siapa tuhan yang sebenarnya. Artinya mengakui memiliki tuhan lantaran formalitas belaka dan agama dijadikan kamuflase. Apakah kita tidak sadar selama ini kalau kita telah menuhankan sesuatu yang tidak pantas untuk menyandang gelar tuhan? Mungkinkah uang bisa dikatakan tuhan? Bisakah jabatan, harta, dan kedudukan bisa menjadi tuhan? Jawabannya tidak mungkin hanya manusialah yang menjadikannya sebgai tuhan. Kenapa? Kembali kepada makna awal yaitu sesuatu yang diagungkan. Kalau hati, perasaan kita cenderung didomonasi oleh benda, contoh anggap saja uang. Kayak tidak bisa hidup tanpa uang, maka tuhan kita adalah uang. Begitu pula selanjutnya.
Jadi mengagungkan sesuatu dengan berlebihan sama halnya dengan menjadikan sesuatu tersebut sebagai tuhan. Sangat logis apa yang pernah disentuh Rasulullah melalui sabdanya, bahwa sifat yang paling ditakuti dari umat beliau adalah syirik kecil yaitu riya. Apa hubungannya dengan konsep teologi? Riya adalah mengerjakan supaya dipandang memiliki nilai lebih di mata selain Allah. Logikanya, ingin mendapat perhatian, pujian dan rasa kagum dari makhluk sehingga esensi Allah dalam dirinya diganti menjadi makhluk. Maka harus segera ditobati dan kembali kepada Allah.
Nama Allah tidak sama dengan nama Tuhan. Sekalipun sebagian ahli bahasa mengatakan Allah berakar pada Ilah, kalau kita belajar memahami, karena ditambah Lam Ma’rifah maka menjadi Allah. Dengan pemahaman menjadi diketahui. Artinya kata Allah menjadi zat yang telah diketahui sedang Ilah masih berbentuk universal sebagaimana contoh diatas. Bisa saja anjing dikatakan Tuhan. Karena telah diketahui maka sewajibnya, bukan sewajarnya, kita hanya mengagungkan yang satu, pencipta segala sesuatu, bukan justru mengagungkan yang diciptakan-Nya.
Allah adalah Allah, bukan yang lain sebagaimana arti ilah. Kalau selama ini kita terlalu mengagungkan selain Allah, baik harta, kedudukan, jabatan, atasan, uang dan sebagainya, maka mari kita belajar menuhankan Allah dengan sebenarnya. Bukan hanya sekedar formalitas dala beragama, bukan hanya legalitas agama tetapi kita benar-benar beragama.
Mari kita resapi firman Allah dalam Al-Quran :
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَـنُ الرَّحِيمُ
Akan tetapi walaupun semua manusia memiliki Tuhan, tidak setiap manusia mengetahui siapa tuhan yang sebenarnya. Artinya mengakui memiliki tuhan lantaran formalitas belaka dan agama dijadikan kamuflase. Apakah kita tidak sadar selama ini kalau kita telah menuhankan sesuatu yang tidak pantas untuk menyandang gelar tuhan? Mungkinkah uang bisa dikatakan tuhan? Bisakah jabatan, harta, dan kedudukan bisa menjadi tuhan? Jawabannya tidak mungkin hanya manusialah yang menjadikannya sebgai tuhan. Kenapa? Kembali kepada makna awal yaitu sesuatu yang diagungkan. Kalau hati, perasaan kita cenderung didomonasi oleh benda, contoh anggap saja uang. Kayak tidak bisa hidup tanpa uang, maka tuhan kita adalah uang. Begitu pula selanjutnya.
Jadi mengagungkan sesuatu dengan berlebihan sama halnya dengan menjadikan sesuatu tersebut sebagai tuhan. Sangat logis apa yang pernah disentuh Rasulullah melalui sabdanya, bahwa sifat yang paling ditakuti dari umat beliau adalah syirik kecil yaitu riya. Apa hubungannya dengan konsep teologi? Riya adalah mengerjakan supaya dipandang memiliki nilai lebih di mata selain Allah. Logikanya, ingin mendapat perhatian, pujian dan rasa kagum dari makhluk sehingga esensi Allah dalam dirinya diganti menjadi makhluk. Maka harus segera ditobati dan kembali kepada Allah.
Nama Allah tidak sama dengan nama Tuhan. Sekalipun sebagian ahli bahasa mengatakan Allah berakar pada Ilah, kalau kita belajar memahami, karena ditambah Lam Ma’rifah maka menjadi Allah. Dengan pemahaman menjadi diketahui. Artinya kata Allah menjadi zat yang telah diketahui sedang Ilah masih berbentuk universal sebagaimana contoh diatas. Bisa saja anjing dikatakan Tuhan. Karena telah diketahui maka sewajibnya, bukan sewajarnya, kita hanya mengagungkan yang satu, pencipta segala sesuatu, bukan justru mengagungkan yang diciptakan-Nya.
Allah adalah Allah, bukan yang lain sebagaimana arti ilah. Kalau selama ini kita terlalu mengagungkan selain Allah, baik harta, kedudukan, jabatan, atasan, uang dan sebagainya, maka mari kita belajar menuhankan Allah dengan sebenarnya. Bukan hanya sekedar formalitas dala beragama, bukan hanya legalitas agama tetapi kita benar-benar beragama.
Mari kita resapi firman Allah dalam Al-Quran :
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَـنُ الرَّحِيمُ
"Dia-lah
Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.( Al Hasyr
: 22 )
هُوَ
اللَّهُ الَّذِي لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ
الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ
اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dia-lah
Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci,
Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah
dari apa yang mereka persekutukan. ( Al Hasyr : 23 )
هُوَ
اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِىءُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأَسْمَآءُ الْحُسْنَى
يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dia-lah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di
bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al Hasyr : 24)
Komentar
Posting Komentar