Langsung ke konten utama

Makna Muraqabah ( Bagian I )



Allah SWT berfirman, “Wa kaanaLlaahu ‘alaa kulli syai’in raqiibaa”. ‘Dan sesungguhnya Allah SWT Maha mengawasi atas segala sesuatu’.
Malaikat Jibril AS datang menemui RasuluLlah S.A.W. dalam bentuk rupa seorang laki-laki.
“Yaa Muhammad, apa itu iman”.Tanya Jibril.
“Percaya kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, dan takdir baik dan buruknya, dan hari akhir”.
“Engkau benar”.
Para sahabat yang menyaksikan keadaan tersebut merasa heran, bagaimana mungkin orang yang bertanya ia sendiri yang membenarkannya. Bukankah ia datang untuk bertanya, tetapi mengapa terkesan menggurui RasuluLlah SAW. Di tengah keheran para sahabat, lelaki itu kembali bertanya, “Berilah aku penjelasan tentang islam”.
RasuluLlah SAW menjawab, “Bersyahadat, Menegakkan shalat, memberikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan hajji ke BaituLlah”.
“Benar Engkau, berilah aku penjelasan tentang ihsan”.
RasuluLlah ASW menjawab, “Beribadah kepada Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya. Aapabila engkau tidak dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu”.
“Engkau benar”. Jawab Jibril kemudian pergi.
Ungkapan sabda RasuluLlah SAW “Jika engkau tidak dapat melihat Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Adalah merupakan isyarat tentang muraqabah (pengawasan).
Muraqabah adalah ilmu hamba untuk melihat Allah SWT.  Sedangkan yang konsisten terhadap ilmu itu adalah yang mengawasi (menjaga atau merasa) bahwa dirinya selalu diawasi sehingga membentuk sikap yang selalu awas terhadap hukum-hukum Allah SWT. Ini adalah dasar dari segala kebajikan. Orang tidak akan sampai pada tingkatan ini kecuali setelah menyelesaikan pengawasan (penjagaan-terhadap dirinya sendiri). Apabila seseorang mengawasi dirinya sendiri terhadap apa-apa yang telah lampau, memperbaiki keadaannya di masa sekarang, maka ia akan selalu berada di jalan yang benar, mengadakan perhubungan dengan Allah SWT secara baik sambil menjaga hati, memelihara nafs agar selalu berhubungan dengan-Nya, memeliharanya dalam segala hal, maka ia akan mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat Maha Pengawas dan Dzat Yang Maha Dekat dengan dirinya. Allah SWT mengetahui keadaannya, melihat perbuatannya, dan mendengar ucapannya. Barang siapa yang melupakan semua itu maka ia akan terlepas dari taraf permulaan keterhubungan dengan-Nya. Lalu bagaimana tentang hakikat “Dekat / Al qurb”.
Ahmad Al Jariri mengatakan, “barang siapa yang tidak memperkuat taqwa dan pengawasan antara dirinya dan Allah SWT, maka ia tidak akan sampai kepada mukasyafah (terbukanya tabir rahasia) dan musyahadah (persaksian dengan-Nya).”

Al-Kisah, ada seorang raja yang memiliki budak yang sering menghadap kepadanya jika dibandingkan dengan budak-budak yang lain. Kebanyakan mereka tidak semahal dan seistimewa budak yang satu ini. Mereka mengungkapkan hal itu kepada raja, maka rajapun kemudian menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan budak itu dalam hal pelayanan-nya kepada raja jika dibandingkan dengan budak yang lain. Pada suatu hari budak itu berada di atas kendaraan kuda bersama-sama dengan raja, melewati sebuah gunung yang dipenuhi salju. Sang raja melihat salju-salju itu dan kemudian menundukkan kepalanya. Seketika itu pula sang budak memacu kudanya menuju ke arah salju yang dilihat raja. Orang-orang tidak mengerti mengapa budak itu tiba-tiba pergi ke arah salju. Sang budak terus saja memacu kudanya mendaki gunung yang penuh salju hingga ketika sampai di puncak ia mengambil salju itu dan dibawanya untuk diberikan kepada raja. Sang raja berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu tahu bahwa saya menghendaki salju ?” Dia menjawab, ‘Karena tuan melihat salju itu’. Tak lama kemudian pandangan raja menerawang seraya mengatakan, “Dia aku berikan keistimewaan karena telah memuliakan diriku dan selalu hadir dalam diriku. Tiap-tiap orang memiliki kesibukan sendiri-sendiri sedangkan kesibukannya adalah selalu menjaga pandangan/lirikanku dan keadaanku”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alala Tanalul Ilma Kitab Berisi Tentang Motivasi Belajar

Kenali Lebih Dekat Kitab Nadhom Alala yang Dipelajari di Pesantren Jawa dan Sumatra Portal Aswaja Alala Tanalul Ilma  adalah sebuah kitab nadhoman yang sudah sangat lumrah dipelajari santri di pesantren se Jawa dan Sumatra,  berisi tentang Motivasi Belajar  membuat kitab ini dijadikan sebagai dasar atau awal dari pembelajaran, biasanya kitab ini akan diajarkan ketika awal awal memasuki pesantren. Kitab ini memang berisi syair-syair atau nadhom yang telah tercantum dalam kitab  Ta'lim Muta'alimin , namun istimewannya semua syair atu nadhom alala telah diberi nazam terjemahan dalam versi bahasa jawa , bait per bait diikuti dengan terjemahan bahasa jawanya, sangat membantu bagi santri pemula, namun tentunya harus mengerti tentang bacaan dan tulisan arab pegon. Keseluruhan ada 36 bait syair dalam kitab ini ditambah dengan terjemahan bahasa jawanya keseluruhannya menjadi 72 bait. Penyusunan syair Alala nampak menyusun pola khusus dengan mendahulukan syair yang ber...

CEMBURU MENURUT SUFI Bagian I

Alloh berfirman : قل   انّماحرّم   ربّي   الفواحش   ما   ظهر   وما   بطن “Katakanlah  ,  Tuhanku mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi”.  (QS Al-A’raf 33) RasuluLlah SAWW bersabda : ما   احد   اغير   من   الله   تعالى   ومن   غيرته   حرّمالفواحش   ما   ظهر   منها   وما   بطن “Tiadalah seseorang yang lebih cemburu dari Alloh. Termasuk kecemburuannya adalah mengharamkan perbuatan yang keji baik yang tampak maupun yang tersembunyi”. Sabda Beliau yang lain : انّ   الله   يُغار   وإنّ   المؤمنين   يغار   وغيرة   الله   تعالى   أنيأتي   العبد   المؤمن   ما   حرّم   الله   تعالى   عليه “sesungguhnya Alloh cemburu dan orang mukmin cemburu. Kecemburuan Alloh adalah jika seorang hamba yang beriman melakukan perbuatan yang diharamkan Alloh Ta’ala”...

Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan dan penghormatan akan hari lahirnya beliau. Peringatan ini jatuh pada tanggal 12 bulan Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Islam. Yang pertama kali menyelenggarakan peringatan ini adalah kaum Fatimid pada abad ke-10, dan baru pada masa Ottoman Turki tahun 1588 lah peringatan hari raya ini dijadikan hari libur resmi. Kata “maulid” sendiri dapat dibaca mawlid, mevlid, mevlit, mulud, atau milad yang berarti hari ulang tahun. Selain untuk   Nabi Muhammad SAW , di beberapa negara di belahan dunia seperti Mesir contohnya, penggunaan kata maulid biasa digunakan untuk penyelenggaraan hari ulang tahun dari figur-figur agama yang lainnya seperti para Sufi. Awal Mula Diselenggarakannya Maulid Nabi Muhammad SAW Penyelenggaraan maulid Nabi Muhammad SAW tidak akan pernah terjadi jika Nabi Muhammad tidak dilahirkan dalam keluarga dari Bani Hashim, salah satu keluarga yang cukup terkemuka di Mekkah. Nabi Muhammad...